Persaingan perekonomian yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk melakukan penataan ulang strategi bisnisnya di berbagai aspek, termasuk aspek rantai pasok. Rantai pasokan memainkan peran penting dalam setiap perusahaan, dan revolusi rantai pasokan pada awal tahun 1990an menyoroti perlunya perusahaan  untuk mengintegrasikan pengelolaan lingkungan ke dalam operasi mereka jika mereka ingin tetap kompetitif. Industrialisasi dan lingkungan hidup perlu berjalan beriringan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, karena modernisasi menyebabkan peningkatan kepedulian dan kesadaran terhadap lingkungan. Beberapa perusahaan tidak memikirkan  dampak sosial yang diakibatkan oleh praktik industri  tidak ramah lingkungan sehingga merusak sistem kehidupan manusia dan lingkungan alam.

Karena permasalahan polusi telah menjadi kekhawatiran banyak pemangku kepentingan, tekanan sosial memaksa perusahaan untuk menerapkan praktik  ramah lingkungan.  Perusahaan hendaknya tidak hanya fokus pada peningkatan kinerja bisnis, namun juga memiliki kebijakan untuk menerapkan kebijakan ramah lingkungan. Dunia usaha perlu menerapkan sistem dan proses yang mampu merespons kebutuhan berbagai pemangku kepentingan sosial dengan lebih baik, memaksimalkan perlindungan lingkungan, dan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini mendorong banyak perusahaan untuk memasukkan aspek ramah lingkungan ke dalam strategi rantai pasokan mereka, dan hal ini telah diperkenalkan ke dalam Green Supply Chain Management (GSCM) sebagai  strategi  pembangunan berkelanjutan perusahaan.